Sabtu, 12 Juni 2010

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI PADA TANAMAN

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI PADA TANAMAN

I Wayan Pasek Suardewa
0705205001

Jurusan Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Jl. PB. Soedirman, Denpasar, Bali.


PENDAHULUAN
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertaniannya. Dalam dunia modern saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mangalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu-persatu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram.
Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno.
Sering pemberian air pada petakan irigasi terjadi kelebihan yang menyebabkan banyaknya air yang terbuang sehingga terjadi inefisiensi di lapangan. Oleh karena itu perlu suatu sistem pemberian air irigasi yang lebih efisien. Dalam hal ini air yang disalurkan ke lahan harus tepat waktu dan jumlah dengan yang dibutuhkan di lahan.
Perhitungan jumlah keperluan air bagi kelangsungan hidup tanaman atau sering diistilahkan dengan modulus irigasi, adalah merupakan suatu tahapan perhitungan yang mengawali perancangan suatu sistem irigasi baik yang bersifat terbuka dengan mengandalkan hukum gravitasi maupun yang bersifat tertutup dengan perpipaan yang dilengkapi dengan teknik pemompaan untuk dapat memberikan tekanan yang cukup bagi pangaliran airnya.
Modulus irigasi suatu tanaman, didalam perhitungannya belum memasukkan factor efisiensi karena kehilangan air akibat sistem irigasi yang digunakan seperti evaporasi, perkolasi dll. Modulus irigasi dari suatu tanaman akan berbeda dengan tanaman lainnya, juga tidak kalah pentingnya adalah keadaan curah hujan dan evapotranspirasi di lokasi kegiatan budidaya berlangsung. Analisis modulus irigasi dilakukan setelah pola tanam dan kalender tanam dari tanaman yang akan dibudidayakan ditentukan. Pola tanam dan kalender tanam yang baik akan mengoptimalkan modulus irigasi dari setiap jenis tanaman, dengan demikian akan mengoptimalkan pula efisiensi penggunaan air irigasi.
Suatu luasan lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman akan memerlukan penanganan managemen air irigasi yang cukup kompleks dan harus terpadu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan air bagi pertumbuhan berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu selain dari analisis perhitungan modulus irigasi perlu pula dilakukan analisis perhitungan interval irigasi yang tergantung dari jenis tanah lahan yang dibudidayakan terutama laju deplesi kandungan air tanahnya.
Seperti misalkan petani di Indonesia pada umumnya menganggap bahwa padi adalah tanaman air sehingga memerlukan air genangan. Hal ini tidak menimbulkan masalah jika ketersediaan air irigasi dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan air di sumbersumber air (bendung dan waduk) pada saat ini telah mengalami gangguan akibat perubahan iklim dan diperburuk lagi dengan adanya degradasi lingkungan di satu sisi dan di sisi yang lain kebutuhan air selain padi semakin meningkat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi ketidak seimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan.
Jumlah air di Indonesia cukup melimpah tetapi pengelolaan ketersediaan air sebagai fungsi ruang dan waktu tidak dapat dilakukan secara optimal. Berdasarkan kondisi tersebut sudah seharusnya dilakukan penghematan air irigasi oleh petani dengan tetap menjaga produksivitas atau bahkan meningkatkannya.
Air irigasi sebagai sarana yang sangat vital bagi tanaman dipergunakan untuk beberapa hal antara lain seperti berikut ini.
1. Pelarut bahan makanan (unsur hara)
2. Pengangkut bahan makanan terlarut melalui akar ke tubuh tanaman
3. Pembantu proses fotosintesis
Air yang berlebihan atau kurang akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berbuah secara optimum. Pengelolaan pemberian air irigasi ke petak sawah perlu disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sebagai fungsi jenis dan umur tanaman, cara pemuliaan tanaman serta jenis tanah dan permukaan air tanah. Ketepatan pemberian air irigasi (fungsi jumlah dan waktu) akhirnya akan memberikan pengaruh terhadap hasil panen yang optimum. Praktek pemberian air irigasi oleh juru pintu kadang-kadang masih berlebihan karena adanya permintaan petani yang kurang memahami arti pentingnya ketepatan. Petani masih beranggapan bahwa padi perlu digenangi selama hidupnya. Praktek semacam ini mengakibatkan pemborosan air irigasi di satu sisi dan hasil panen yang kurang optimum di sisi yang lain.
TEKNOLOGI IRIGASI
1. Sumur Renteng
Sumur renteng merupakan teknologi irigasi yang cocok dikembangkan pada daerah dengan tanah yang memiliki tekstur berpasir. Tanah-tanah seperti ini memiliki kemampuan meloloskan air yang sangat tinggi sehingga tidak mampu menyimpan air dalam waktu lama. Prinsip sumur renteng adalah menampung air untuk irigasi dalam sebuah bak penampungan berbentuk silinder yang terhubung dengan bak penampungan lainnya melalui pipa kapiler. Keunggulan sistem irigasi sumur renteng adalah :
• Efisien karena irigasi cukup diberikan pada bak penampungan utama.
• Risiko kehilangan air selama pendistribusian dapat diminimalisasi karena irigasi dari bak penampungan dapat menjangkau zona perakaran tanaman secara langsung.
2. Irigasi Kapiler
Irigasi kapiler cocok dkembangkan di daerah yang memiliki topografi terjal dan memiliki sumber air relatif terbatas. Prinsip dasar dari irigasi kapiler adalah memanfaatkan air dari sumber mata air atau sungai yang disalurkan menuju bak penampungan secara gravitasi menggunakan pipa PVC. Dari bak penampungan, air yang tersedia didistribusikan menggunakan selang plastik kapiler.
3. Irigasi Tetes (Drip Irigation)
Kegunaan irigasi tetes adalah untuk memanfaatkan ketersediaan air yang sangat terbatas secara efisien yang sesuai diterapkan pada lahan kering beriklim kering dengan topografi relatif landai. Prinsip pendistribusian air pada sistem irigasi tetes adalah dengan menyalurkan air dari tangki penampungan yang ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari lahan usaha tani melalui selang irigasi. Kebutuhan air tanaman dipasok dari tangki penampungan melalui selang irigasi yang didesain secara khusus, sehingga air dapat diberikan dengan debit yang sama dan konstan pada setiap titik keluaran selang irigasi menggunakan sistem tetes pada daerah perakaran tanaman. Teknik ini sangat efisien dalam penggunaan air tetapi hanya cocok untuk budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi.
4. Irigasi Macak-macak di Lahan Sawah
Petani biasanya menggenangi lahan sawah secara terus-menerus (continous flow) hingga ketinggian air mencapai 15 cm. Irigasi macak-macak adalah teknik pemberian air yang bertujuan membasahi lahan hingga jenuh tanpa tergenangi hingga mencapai ketinggian tertentu. Teknik irigasi ini efisien dalam penggunaan air dibandingkan dengan pengairan secara terus-menerus. Beberapa penelitian menunjukkan hasil tanaman padi yang mendapat irigasi macak-macak tidak berbeda nyata dengan yang mendapat genangan tinggi secara terus-menerus (Tabel 2). Penurunan genangan dari 10-15 cm menjadi 5-7 cm selain mengurangi penggunaan air irigasi juga dapat meningkatkan hasil tanaman. Efisiensi penggunaan air berperan penting dalam peningkatan nilai ekonomi produksi pertanian pada lahan beririgasi. Efisiensi penggunaan air dengan pengairan macak-macak 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penggenangan secara terus-menerus .
5. Irigasi Bergilir (Rotational Irrigation)
Irigasi bergilir merupakan teknik pengairan tanaman pada luasan tertentu dan untuk periode tertentu, sehingga areal tersebut menyimpan air yang dapat digunakan hingga periode pengairah berikutnya. Pengairan dengan sistem bergilirtidak menurunkan hasil padi dan bahkan cenderung meningkat.
6. Irigasi Berselang
(Alternate WetlDry Irrigation) Sistem irigasi berselang merupakan teknik pengairan tanaman pada lahan sawah dengan volume tertentu, dan pengairan berikutnya dilakukan pada periode tertentu pula setelah genangan air surut dapat meningkatkan produktivitas padi, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengairan secara terus-menerus dan irigasi bergilir. Dengan irigasi berselang hasil padi meningkat 7% dibanding hasil pada lahan yang digenangi terus menerus, sementara hasil padi dengan irigasi bergilir meningkat 2%. Kebutuhan air irigasi untuk sistem penggenangan terus-menerus mencapai 725 mm, sedangkan untuk rigasi bergilir dan berselang masing-masing 659 mm dan 563 mm.

PENENTUAN WAKTU TANAM DAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI
Penetapan waktu tanam diperlukan untuk mengantisipasi kelangkaan air bagi tanaman. Apabila ketersediaan air terjamin sepanjang tahun di lokasi yang bersangkutan maka pemanfaatan areal tanam untuk budidaya di luar musim dianjurkan guna meningkatkan nilai tambah usaha tani. Jadwal dan volume air irigasi diterapkan berdasarkan estimasi kebutuhan air tanaman menurut metode FAO. Kebutuhan riil air tanaman dapat diketahui dari kebutuhan air pada periode defisit yang ditandai oleh nisbah evapotranspirasi aktual (ETA) dengan evapotranspirasi potensial (ETP) < 0,80. Apabila ETA/ETP mendekati satu berarti tanaman efektif menggunakan air dan hasilnya tinggi. Sebaliknya, apabila ETA/ETP kurang dari 0,80 berarti tanaman mengalami kekurangan air sehingga berdampak terhadap penurunan hasil.

KESEIMBANGAN AIR DALAM SISTEM AGROFORESTRI
Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang dapat diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Akar tanaman dari semua komponen agroforestri menyerap air dari tandon air yang sama dan pada kapasitas yang terbatas. Bila jumlah air dalam tandon berkurang terjadilah perebutan antara akar-akar berbagai jenis tanaman yang ada untuk mengambil air. Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk mendapatkan air guna mempertahankan pertumbuhan masing-masing jenis tanaman.
Lapisan perakaran sebagai tandon (reservoir) yang menyimpan air dapat diisi ulang melalui peristiwa masuknya air dari tempat lain, misalnya hujan, irigasi, aliran lateral atau aliran ke atas (kapiler). Masuknya air hujan dan irigasi ke lapisan perakaran melalui peristiwa yang disebut infiltrasi. Aliran air masuk dan ke luar lapisan perakaran ini dinamakan siklus air. Besaran tiap komponen siklus dapat diukur dan digabungkan satu dengan yang lain sehingga menghasilkan neraca air atau kesetimbangan air.
Beberapa sifat tanah yang merupakan komponen-komponen neraca air, misalnya kapasitas menyimpan air (jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang ditanam pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan air pada sistem tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini pada gilirannya juga mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang ada. Dalam Gambar 1 disajikan ilustrasi skematis dari siklus air dalam suatu sistem agroforestri dan beberapa komponen penting yang terlibat dalam siklus dan kesetimbangan air.
Curah hujan yang jatuh pada suatu kawasan (Pg), sebagian akan ditahan oleh tajuk pohon (It), dan sebagian lagi oleh tajuk tanaman semusim (Ic), dan lainnya lolos ke permukaan tanah di bawah pohon (Pt) dan di bawah tanaman semusim (Pc). Air yang ditahan oleh tajuk pohon dan tanaman semusim sebagian besar menguap sehingga tidak berpengaruh kepada simpanan (cadangan) air dalam tanah. Tajuk pohon dan tanaman semusim yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah air yang ditahan tajuk kedua jenis tanaman itu. Akibatnya jumlah air yang lolos dan mencapai permukaan tanah di bawah pohon dan di bawah tanaman semusim juga berbeda.
Air hujan yang lolos dari tajuk tanaman akan mencapai permukaan tanah (Pt dan Pc) dan sebagian masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Ft dan Fc), sebagian lagi mengalir di permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (Rt dan Rc). Sifat-sifat tanah di bawah pohon dan tanaman semusim dan jumlah air yang jatuh di bawah kedua tanaman yang berbeda menyebabkan kecepatan infiltrasi (Ft dan Fc) dan limpasan permukaan di bawah tanaman semusim (Rc) dan pohon (Rt) juga berbeda. Dalam kondisi tertentu infiltrasi di bawah pohon bisa cukup tinggi sehingga tidak hanya cukup untuk menurunkan Rt menjadi nol (tidak ada limpasan permukaan), tetapi mampu menampung limpasan permukaan dari areal di bawah tanaman semusim (Rc).
Air yang berada di permukaan tanah akan menguap (evaporasi) dengan kecepatan E t di bawah pohon dan Ec di bawah tanaman semusim. Kecepatan (Et dan Ec) ini berbeda karena adanya perbedaan kerapatan penutupan tajuk pohon dan tanaman semusim. Evaporasi akan terus berlangsung selama ada suplai air dari lapisan di bawahnya. Besarnya kandungan air tanah pada zona di bawah pohon (qt), dan dibawah tanaman semusim (qc) bisa berbeda pula. Kadar air tanah ditentukan oleh masukan yaitu infiltrasi (F) di permukaan tanah dan keluaran yang terdiri dari evaporasi (E), transpirasi (T) dan drainasi (D). Seperti telah dibahas bahwa komponen-komponen neraca air di bawah pohon bisa berbeda dengan yang ada di bawah tanaman semusim, sehingga hasil akhir berupa simpanan air dalam tanah juga berbeda antara di bawah pohon dan di bawah tanaman semusim.
















EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI PADA TANAMAN
Dalam melaksanakan efisiensi penggunaan air irigasi suatu areal pertanaman tanaman, diperlukan suatu perencanaan terlebih dahulu. Yang mana perencanaan tersebut menyangkut perhitungan input (air irigasi dan curah hujan) dan perhitungan output (besarnya evaporasi, evapotraspirasi dan perkolasi). Adapun tahapan yang dilakukan antara lain :
1. PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai "jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotrans pirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempun¬yai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu". Untuk menghitung ET-tanaman direkomendasikan suatu prosedur tiga tahap, yaitu:
(1). Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh ETo (evapotranspirasi tanaman referensi), yaitu "laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara leng¬kap menaungi permukaan tanah dan tidak kekurangan air". Empat metode yang dapat digunakan adalah Blaney-Criddle, Radiasi, Penman dan Evaporasi Panci, dimodifikasi untuk menghitung ETo dengna menggunakan data iklim harian selama periode 10 atau 30 hari.
(2). Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman (kc) yang menya takan hubungan antara ETo dan ET tanaman (ETtanaman = kc . ETo). Nilai-nilai kc beragam dengan jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada.
(3). Pengaruh kondisi lokal dan praktek pertanian terhadap kebutuhan air tanaman, termasuk variasi lokal cuaca, tinggi tempat, ukuran petak lahan, adveksi angin, ketersediaan lengas lahan, salinitas, metode irigasi dan kultivasi tanaman.
Aplikasi Informasi Kebutuhan Air Tanaman dalam Pengelolaan Irigasi
Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk perencanaan peman-faatan sumberdaya air secara optimal dalam sistem produksi pertanian. Informasi pokok yang diperlukan adalah mengenai sumberdaya air, lahan dan tanaman. Khusus dalam kaitannya dengan pekarangan, maka informasi yang diperlukan adalah sumber¬daya air (air hujan, air tanah dan air irigasi permukaan), sifat dari ciri tanah, dan syarat tumbuh berbagai tanaman pekarangan. Berdasarkan atas informasi ini maka baru dapat disusun alterna¬tif sistem produksi pada lahan pekarangan. Beberapa parameter penting adalah:
(1). Pemilihan tanaman: beberapa faktor yang juga harus diper¬timbangkan adalah jumlah air yang tersedia, kondisi tanah dan iklim, preferensi petani, kebutuhan tenagakerja dan modal, peluang pasar dan tingkat teknologi. Penyusunan pola tanam dilakukan sesuai dengan neraca lengas lahan.
(2). Intensitas pertanaman (Cropping intensity): seringkali intensitas ini bervariasi antar waktu (musim) dan lokasi lahan. Hal ini berkaitan erat dengan tingkat investasi.
(3). Tingkat penyediaan air irigasi ditentukan oleh ketersediaan air irigasi, neraca lengas lahan, pola tanam dan intensitas pertanaman. Suplai air tersedia dapat dinyatakan sebagai: (a) kekurangan irigasi musiman tidak boleh melampaui 50% dari suplai air yang diperlukan selama satu tahun tertentu, (b) jumlah kekurangan irigasi tidak boleh melebihi 150% dari suplai air yang diperlukan dalam periode 25 tahun. Informasi sangat penting adalah periode-periode kapan kekurangan air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tana¬man.
(4). Metode irigasi: Pemilihan metode irigasi harus dilakukan pada awal periode perencanaan. Pertimbangannya meliputi inves¬tasi, efisiensi penggunaan air, kemudahan penerapan, dan kesesu¬aian dengan kondisi lokal, erodibilitas tanah, laju infiltrasi, salinitas air dan lainnya.
(5). Drainage dan pencucian. Drainase yang baik sangat diperlu¬kan untuk menunjang keberhasilan program irigasi lahan pekaran¬gan. Untuk menghindari akumulasi garam pada zone perakaran tanaman dan kemungkinan kerusakan tanaman yang diakibatkannya, maka kebutuhan pencucian harus ditentukan secara tepat.
2. PEMILIHAN KOEFISIEN TANAMAN (KC)
Evapotranspirasi tanaman referensi dipengaruhi oleh kondisi iklim dan hal ini dapat diperhitungkan dengan mengguna¬kan beberapa metode. Untuk memperhitungkan pengaruh karakjter¬istik tanaman terhadap kebutuhan airnya, maka koefisien tanaman (kc) merupakan konstante yang menghubungkan ETo dengan ET-tana¬man (evapotranspirasi tanaman). Nilai kc ini berhubungan dengan evapotranspirasi tanaman bebas penyakit yang tumbuh di lapangan luas pada kondisi lengas tanah yang optimum dan kesuburan tanah yang baik dan mencapai potensi produksinya secara penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. ET-tanaman dapat diperoleh dengan rumus:
ET-tanaman = kc . ETo
Nilai kc ternyata dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, saat tanam, dan fase-fase pertumbuhan tanaman, serta kondisi iklim secara umum. Besarnya variasi di antara kelompok utama tanaman terutama adalah karena resis¬tensi terhadap transpirasi tanaman, seperti stomata yang tertut¬up selama siang hari (seperti pada nanas) dan daun yang berli-lin (pada jeruk). Demikian juga perbedaan tinggi tanaman, kekasaran tajuk, refleksi dan groundcover meng hasilkan variasi ET-tanaman. Pada kondisi evaporatif tinggi, misalnya cuaca panas, angin kencang dan lembab nisbi udara yang rendah, nilai- nilai ETo hingga 12-14 mm/hari dan nilai-pnilai ET-tanaman 15- 17 mm/hari menyati realistis, terutama untuk lahan sempit di daerah arid yang sangat dipengaruhi oleh kondisi angin kering.
Untuk keperluan referensi, kisaran musiman ET-tanaman disajikan dalam Tabel 1. Besaran ini dapat berubah sesuai dengan faktor- faktor yang mempengaruhinya seperti iklim, karakteristik tana¬man, panjangnya musim pertumbuhan, dan saat tanam.
Tabel 1. Kisaran musiman ET-tanaman dalam satuan milimeter
ET-tanaman mm ET-tanaman mm
Alpokad 650-1000 Orange 600- 950
Pisang 700-1700 Kentang 350- 625
Kakao 800- 1200 Sisal 550- 800
Kopi 800- 1200 Sorghum 300- 650
Grapefruit 650- 1000 Tomat 300- 600
Jagung 400- 750 Sayuran 250- 500
Oil seeds 300- 600 Vineyard 450- 900
Sumber: Doorenbos dan Pruitt, 1977.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien tanaman teruta¬ma adalah karakteristik tanaman, saat tanam, laju pertumbuhan tanaman, panjangnya musim pertumbuhan dan kondisi iklim. Frekuensi hujan atau irigasi setelah tanam dan selama awal pertumbuhan tanaman sangat penting.
Saat tanam akan mempengaruhi panjangnya musim pertum-buhan, laju pertumbuhan tanaman hingga menutup tanah secara penuh dan pemasakan. Misalnya, tanaman kedelai, musim pertumbuhannya berkisar dari 100 hari pada musim panas di dataran rendah hingga 190 hari pada ketinggian 2500 m dpl, untuk tanaman jagung 80 hari pada kondisi dataran rendah dan 240 hari pada kondisi dataran tinggi. Dalam memilih nilai kc yang paling sesuai untuk setiap periode atau bulan dalam musim pertumbuhan tanaman ter¬tentu, laju pertumbuhan tanaman harus dipertim bangkan.
Periode kritis tanaman
Informasi mengenai periode kritis stress air tanah untuk bebera¬pa jenis tanaman disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Periode kritis stres air tanah untuk beberapa jenis tanaman
---------------------------------------------------------------------------------
Kacang beans : Periode pembungaan dan pembentukan polong > periode sebelumnya > periode pemasakan. Akan tetapi periode pembungaan > periode sebelumnya, kalau tidap pernah ada stres air sebelumnya.
Kacang kapri : Pada awal epembungaan dan pembesaran polong.
Kentang : Tingkat air tanah yang tinggi; setelah pembentukan umbi, pembungaan hingga panen.
Radish Selama periode pembesaran akar.
Tomat Pada saat bunga dibentuk dan buah membesar dengan cepat.
---------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Doorenbos dan Pruitt, 1978

3. PENDUGAAN PRODUKTIVITAS TANAMAN
Hasil Maksimum Tanaman
Tingkat hasil maksimum suatu tanaman (Ym) sangat ditentukan oleh karakteristik genetiknya dan sampai dimana tanaman mampu bera¬daptasi pada kondisi lingkungan. Persyaratan lingkungan tumbuh, iklim, air dan tanah untuk pertumbuhan dan hasil optimum beragam menurut jensi tanaman dan varietasnya.
Hasil maksimum suatu tanaman (Ym) didefinisikan sebagai hasil panen dari suatu varietas yang produktivitasnya tinggi, beradap¬tasi dengan baik terhadap lingkungannya, termasuk waktu yang tersedia untuk mencapai kemasakan penuh, pada kondisi dimana air dan hara serta gangguan hama & penyakit tidak membatasi hasil. Informasi tentang hasil menyatakan hasil maksimum yang dipero¬leh pada kondisi usahatani aktual, dengan tingkat pengelolaan intensif disajikan dalam Tabel 1.
Faktor iklim yang menentukan Ym adalah suhu, radiasi dan lama¬nya musim pertumbuhan. Pada umumnya suhu menentukan laju per¬kembangan tanaman dan dengan demikian akan mempengaruhi panjang¬nya musim pertumbuhan yang diperlukan untuk membentuk hasil; misalnya, varietas jagung memerlukan 100 hari untuk mencapai kemasakan penuh pada rataan suhu harian 25-30°C, dan membutuhkan 150 hari pada suhu 20°C atau 250 hari atau lebih pada suhu 15°C.
Beberapa jenis tanaman mempunyai persyaratan khusus suhu dan panjang hari untuk inisiasi pertumbuhan atau perkembangan ter¬tentu; misalnya inisiasi umbi pada kentang memerlukan suhu malam hari rendah 15°C. Selanjutnya pada beberapa tanaman ternyata kualitas hasil sangat dipengartuhi oleh suhu udara, misalnya nanas, kandungan gula buahnya ditentukan oleh suhu udara selama masa pembentukan dan pengisian buah.
Kebanyakan jenis tanaman mempunyai varietas-varietas yang sangat beragam persyaratan lingkungan hidupnya serta lamanya musim pertumbuhan hingga panen. Variasi ini memungkinkan tana¬man untuk beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan dan musim yang tersedia. Beberapa persyaratan pokok bagi pertumbuhan dan produksi tanaman disarikan dalam Tabel 2.
Selain persyaratan klimatik, musim pertumbuhan yang tersedia juga oleh lamanya periode air tersedia secara memadai. Pertim¬bangan harus diberikan kepada suplai air tersedia dan persya¬ratak kebutuhan air, dengan menggunakan crop calendar dimana kebutuhan air disinkronisasikan dengan suplai air tersedia. Untuk beberapa jenis tanaman ternyata musim pertumbuhan yang diperlukan untuk mencapai Ym harus dimanipuilasi dengan suplai air; misalnya reduksi suplai air selama masa vegetatif kapas akan mempercepat pembungaan dan pembentukan buah, serta dapat membawa tanaman untuk masak pada waktu yang diinginkan. Pada tanaman jeruk, reduksi suplai air akan membantu mengendalikan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dan pada saat yang sama merangsang pembentukan tunas-tunas bunga.
Hasil maksimum (Ym) dapat dihitung pada berbagai kondisi iklim yang berbeda-beda. Dua metode yang lazim digunakan adalah:
1. Metode yang dikembangkan oleh ILRI, Wageningen, yang bertumpu pada konsepsi DeWit dkk.
Perhitungan hasil "eksperimental" (Yme) melibatkan tahapan:
(a). Perhitungan produksi kotor bahan kering tanaman standar (Yo)
(b). Faktor koreksi untuk iklim (ETm/(ea-ed))
(c). Faktor koreksi untuk spesies tanaman (K)
(d). Faktor koreksi untuk temperatur (cT)
(e). Faktor koreksi untuk bagian yang dipanen (cH).
2. Metode yang dikembangkan oleh Kassam (1977) yang bertumpu kepada zonasi agroekologi. Perhitungan potensial hasil melibat¬kan langkah-langkah:
(a). Perhitungan produksi bahan kering kotor (gross) tanaman standar (Yo)
(b). Faktor koreksi untuk spesies tanaman dan temperatur
(c). Faktor koreksi untuk fase perkembangan tanaman dan luas daun (cL)
(d). Faktor koreksi untuk produksi bahan kering neto (cN)
(e). Faktor koreksi untuk bagian yang dipanen (cH).
Hasil Aktual Tanaman (Ya)
Kalau persediaan air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tana¬man secara penuh, evapotranspirasi aktual (ETa) akan menurun di bawah evapotranspirasi maksimum (ETm) atau ETa < ETm. Pada kondisi seperti ini, akan berkembang stress air di dalam tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap pertum buhan dan hasil tanaman. Penbgaruh-pengaruh ini sangat tergan tung pada spesies dan varietas tanaman, intensitas stress dan waktu terjadinya stress air. Pengaruh intensitas dan waktu stress ini sangat penting dalam kaitannya dengan penjadwalan suplai air yang ter-batas selama periode pertumbuhan tanaman dan penentuan prioritas penggunaan suplai air di antara tanamaan selama musim pertum-buhannya.
Tanaman sangat beragam respon pertumbuhan dan produk-sinya terhadap defdisit air.Kalau kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi secara penuh oleh suplai air tersedia (ETa-ETm), jumlah total bahan kering dan hasil produksi yang dihasilkan per unit air (kg/m3) sangat beragam di antara tanam-tanaman. Hal ini dapat dinyatakan sebagai efisiensi penggunaan air (Ey). Tanam-tanaman mempunyai laju pertumbuhan dan kebutuhan air yang berbeda-beda; demikian juga porsi dari total bahan kering yang dipanen sebagai hasil berbeda (Indeks panen). Kalau ETa=ETm, perbedaan pertum¬buhan dan hasil ini akan mengakibatkan perbedaan Em dan Ey.
Sebagai teladan, misalnya Em kacangtanah sebesar 1.6 dan jagung sebesar 2.5; dengan indeks panen (cH) untuk kacang tanah 0.35 dan jagung 0.40, dan dengan memperhatikan persentase air bagian yang dipanen maka nilai Ey kacang tanah sekitar 0.65 dan jagung sekitar 1.15.
Kalau suplai air tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman, atau ETa < ETm, tanaman akan menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap defisit air ini. Pada beberapa tanaman akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan air (Ey) sedangkan pada tanaman lainnya Ey menurun dengan meningkatnya defisit air.
Kalau defisit air terjadi selama periode tertentu dalam musim pertumbuhan tanaman, respon hasil terhadap defisit ait sangat beragam tergantung pada tingkat kepekaan tanaman pada periode tersebut. Pada umumnya tanaman sangat peka terhadap defisit air selama awal pertumbuhannya, pembungaan dan awal fase pem¬bentukan hasil.
Respon hasil terhadap defisit air juga beragam di antara varie¬tas tanaman. Pada umumnya varietas unggul sangat peka terhadap air, pupuk dan input agronomis lainnya. Varietas-varietas yang potensi produksinya rendah dengan respon air yang rendah lebih sesuai untuk sistem tadah hujan yang sering mengalami stress air. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi pada kondisi irigasi, harus digunakan varietas unggul yang sangat responsif terhadap air sehingga dapat dicapai efisiensi penggunaan air yang tinggi.

KESIMPULAN
Budidaya pertanian akan dapat berhasil dengan baik apabila beberapa faktor dapat terpenuhi, antara lain : fungsi prasarana dan sarana pengairan memadai dapat menyediakan air di sawah tepat waktu dan tepat jumlah, input pertanian tersedia tepat waktu dan mencukupi, olah tanah dan olah tanam dilaksanakan sebagaimana harusnya, mekanisme pasca panen tertata dengan baik.
Efisiensi penggunaan air dapat ditingkatkan apabila prasarana pengairan dalam kondisi baik (tidak banyak banyak tanggul yang rembes, bangunan yang bocor), petugas pengairan dapat mengendalikan air tepat jumlah dan tepat waktu, petani dapat mulai menggarap tanah dan menanam tepat waktu.
Untuk dapat meningkatkan efisiensi penyediaan air irigasi beberapa upaya harus ditempuh antara lain :
1. Memelihara prasarana dan sarana pengairan sehingga kehilangan air akibat rembesan dan bocoran dapat ditekan sekecil mungkin;
2. Penyediaan input pertanian agar petani tidak mengalami keterlambatan tanam;
3. Mekanisme paska panen harus tertata dengan baik agar petani dapat menjual hasil panen tepat waktu dengan harga yang pantas sehingga siap modal untuk tanam berikutnya;
4. Petani harus mempunyai jiwa kebersamaan bersedia melaksanakan budidaya pertanian tepat pada waktunya. Karena kalau terlambat tanam air yang yang telah disediakan akan terbung, berarti pemborosan atau efisiensi pemanfaatan air menjadi rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Siti Kodariyah. Fisiensi Penggunaan Air Irigasi Pada Petak Tersier Daerah Irigasi Bila Kabupaten Sidrap Propinsi Sulawesi Selatan. Master Theses from JBPTITBPP / 2007-12-03 14:55:36. Diakses dari : http://digilib.itb.ac.id/index.php

Prof Dr Ir. Soemarno, M.S. Pengelolaan Air Tanah Bagi Tanaman. Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang, 2004.

Notohadiprawiro, T. Rasionalisasi Penggunaan Sumberdaya Air di Indonesia. Diambil dari : http//www.faperta.ugm.ac.id pada tanggal 7 Desember 2009.

Sosrodarsono, S, dkk. 1976. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.

Alaerts, G dan Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.